Nalar Visioner

Mengasah Nalar Intelektual

Jurnal Visioner didedikasikan pada dunia pendidikan yang memuat Jurnal Ilmiah, Opini, Dll

Iklan Komersial

3/20/2022

Evaluasi Pendidikan; Perbedaan dan Hubungan Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, dan Tes

EVALUASI PENDIDIKAN
PERBEDAAN DAN HUBUNGAN ANTARA
EVALUASI, PENILAIAN, PENGUKURAN DAN TES
Oleh: Muhammad Aziz




PENGUKURAN
Tidak ada satupun aktifitas di dunia ini yang bisa dipisahkan dari kegiatan pengukuran. Keberhasilan suatu program dapat diketahui melalui suatu pengukuran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bisa lepas dari kegiatan pengukuran. Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam semua bidang selalu melibatkan kegiatan pengukuran, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, pengukuran memegang peranan penting, baik untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun untuk penyajian informasi bagi pembuat kebijakan. Pada dasarnya pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek.

Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam:
   Pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu, seperti pengukuran yang dilakukan oleh seorang penjahit mengenai panjang lengan, kaki, lebar bahu, ukuran pinggang dan lain-lain.
   Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, seperti pengukuran untuk menguji daya tahan mesin sepeda motor, pengukuran untuk menguji daya tahan lampu pijar, dan lain-lain.
   Pengukuran untuk menilai yang dilakukan dengan menguji sesuatu, seperti pengukuran kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar. Pengukuran jenis ketiga inilah yang dikenal dalam dunia pendidikan
Pada prinsipnya, alat ukur yang digunakan harus memiliki bukti kesahihan (validitas) dan kehandalan (reliabilitas) yang tinggi. Kesahihan atau validitas alat ukur dapat dilihat dari konstruk alat ukur, yaitu mengukur sesuatu yang direncanakan akan diukur. Menurut teori pengukuran, substansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek bahasa, kerapian tulisan tidak diskor atau diperhitungkan bila tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Konstruksi alat ukur dapat ditelaah pada aspek materi, teknik penulisan soal, dan bahasa yang digunakan. Pakar di bidangnya atau teman sejawat merupakan penelaah yang baik untuk memberikan masukan tentang kualitas alat ukur yang digunakan termasuk tes. Kesahihan alat ukur juga bisa dilihat dari kisi-kisi alat ukur. Kisi-kisi ini berisi materi yang diujikan, bentuk dan jumlah soal, tingkat berpikir yang terlibat, bobot soal, dan cara penskoran. Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil mungkin. Tingkat kesalahan ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur. Alat ukur yang baik memberi hasil konstan bila digunakan berulang-ulang, asalkan kemampuan yang diukur tidak berubah.
Kesalahan pengukuran ada yang bersifat:
  Kesalahan acak disebabkan situasi saat ujian, kondisi fisik-mental yang diukur dan yang mengukur bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang bisa bersifat variatif, dan variasinya diasumsikan acak. Hal ini untuk memudahkan melakukan estimasi kemampuan seseorang.
    Kesalahan yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya, yang diukur, dan yang mengukur. Ada guru yang cenderung membuat soal tes yang terlalu mudah atau sulit, sehingga hasil pengukuran bisa underestimate  atau overestimate dari kemampuan yang sebenarnya

PENILAIAN
Penilaian merupakan komponen penting dalam proses dan penyelenggaraan pendidikan. Upaya menigkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait. Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya, sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar dengan lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan.
Menurut TGAT (1987), penilaian atau asesmen mencakup semua cara yang digunakan untuk unjuk kerja individu. Proses asesmen meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Bukti ini tidak melalui tes saja, tetapi juga dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri (self report). Definisi penilaian berkaitan dengan semua proses pendidikan, seperti karakteristik peserta didik, karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi.
Menurut (Chittenden, 1991), kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan pada empat hal:
  •   Penelusuran: yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran telah berlangsung sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Untuk kepentingan ini, guru mengumpulkan berbagai informasi sepanjang semester atau tahun pelajaran melalui berbagai bentuk pengukuran untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian kemajuan belajar anak.
  •     Pengecekan: yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai bentuk pengukuran, guru berusaha untuk memperoleh gambaran menyangkut kemampuan peserta didiknya, apa yang telah berhasil dikuasai dan apa yang belum dikuasai.
  •     Pencarian: yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan jalan ini, guru dapat segera mencari solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selamaproses belajar berlangsung.
  •    Penyimpulan: yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki peserta didik. Hal ini sangat penting bagi guru untuk mengetahui tingkat pencapaian yang diperoleh peserta didik. Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat digunakan sebagai laporan hasil tentang kemajuan belajar peserta didik, baik untuk peserta didik itu sendiri, sekolah, orang tua, maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan.

 EVALUASI
Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini, evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian.
Menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Evaluasi pada dasarnya adalah melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka kesalahan pada penilaian dan pengukuran harus sekecil mungkin.

Stark dan Thomas (1994) menyatakan bahwa evaluasi yang hanya melihat kesesuaian antara unjuk kerja dan tujuan telah dikritik karena menyempitkan fokus dalam banyak situasi pendidikan. Hasil yang diperoleh dari suatu program pembelajaran bisa banyak dan multi dimensi. Ada yang terkait dengan tujuan ada yang tidak. Yang tidak terkait dengan tujuan bisa bersifat positif dan bisa negatif. Oleh karena itu, pendekatan goal free dalam melakukan evaluasi layak untuk digunakan. Walaupun tujuan suatu program adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, namun bisa diperoleh hasil lain yang berupa rasa percaya diri, kreatifitas, kemandirian, dan lain-lain.
Astin (1993) mengajukan tiga butir yang harus dievaluasi agar hasilnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Ketiga butir tersebut adalah masukan, lingkungan sekolah, dan keluarannya. Selama ini yang dievaluasi adalah prestasi belajar peserta didik, khususnya pada ranah kognitif saja. Ranah afektif jarang diperhatikan lembaga pendidikan, walau semua menganggap hal ini penting, tetapi sulit untuk mengukurnya. Hasil evaluasi pendidikan merupakan informasi yang sangat berguna bagi pengelola pendidikan, baik yang berada pada tingkat pusat maupun di wilayah, atau tingkat sekolah. 

Ditinjau dari cakupannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi makro cenderung menggunakan sampel dalam menelaah suatu program dan dampaknya. Sasaran evaluasi yang bersifat makro adalah program pendidikan, yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki program pendidikan. Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian kemajuan belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik. Jadi. Sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru untuk tingkat sekolah, dan dosen untuk tingkat perguruan tinggi.
Evaluasi pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu formatif dan sumatif.
  •    Evaluasi formatif bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Hasil tes seperti kuis misalnya, dianalisis untuk mengetahui konsep mana yang belum difahami sebagian besar peserta didik. Kemudian diikuti dengan kegiatan remedial, yaitu menjelaskan kembali konsep-konsep tersebut. Evaluasi untuk perbaikan bisa dilakukan dengan membuat angket untuk peserta didik. Angket ini berisi tentang pertanyaan mengenai pelaksanaan pembelajaran menurut perspektif peserta didik. Hasilnya dianalisis untuk mengetahui aspek mana yang harus diperbaiki.
  •     Evaluasi sumatif bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik. Nilai yang dicapai peserta didik ditetapkan lulus atau belum. Evaluasi sumatif bisa terdiri dari beberapa kegiatan pengukuran dan penilaian. Hal ini harus dijelaskan kepada peserta didik di awal pelajaran, yaitu tentang penentuan nilai akhir. Bobot dari tugas, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester harus dijelaskan kepada peserta didik 

TES
Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang individu atau objek (Ismaryati, 2006) Tes adalah sebuah instrumen atau alat yang digunakan di dalam suatu pengukuran untuk memperoleh informasi atau data (Miller, 2002) Sebagai alat pengumpul informasi atau data, tes harus dirancang secara khusus.

HUBUNGAN PENILAIAN, PENGUKURAN, EVALUASI DAN TES
   Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara pengukuran (measurement), penilaian (assessment), evaluasi (evaluation) dan tes (test) bersifat hirarkis.
   Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku, bisa perilaku individu atau lembaga.
    Sifat yang hirarkis ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan penilaian dan pengukuran.
   Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri pada ukuran atau criteria tertentu, seperti menilai seseorang sebagai orang yang pandai karena memiliki skor tes inteligensi lebih dari 120, sedangkan evaluasi mencakup baik kegiatan pengukuran maupun penilaian.
         Tes adalah bagian integral dari pengukuran. Dengan demikian, tes dan pengukuran adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
  •     Evaluasi: kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program telah berhasil/belum
  •   Assessment (Penilaian): penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi ttg pencapaian hasil belajar siswa
  •    Measurement (Pengukuran): proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan karakteristik tertentu pada seorang siswa
  •    Tes: salah satu cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu secara definitif .

 Tes, Pengukuran, Penilain dan Evaluasi merupakan istilah yang berbeda namun saling berhubungan. Banyak orang tidak mengetahui secara jelas perbedaan dan hubungan di antara ketiganya, sehingga istilah tersebut sering tidak tepat penggunaannya.

Sumber :  
-          ppt Budi Aryono
-          ppt Dr. Abdul Munif, M.Ag
-          Google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox