Nalar Visioner

Mengasah Nalar Intelektual

Jurnal Visioner didedikasikan pada dunia pendidikan yang memuat Jurnal Ilmiah, Opini, Dll

Iklan Komersial

3/20/2020

Sejarah Pendidikan dan Kegunaan


SEJARAH PENDIDIKAN DAN KEGUNAANNYA
 Oleh: Muhammad Aziz, SH, CHt


Abstrak
Sejarah pendidikan pangkal tolak peradaban dunia. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan telah teruji mampu  membawa dunia dari kegelapan  dan kesempitan menjadi dunia yang benderang, lapang, global dan universal. Pendidikan merupakan ruhnya suatu bangsa.
Pendidikan yang berkualitas harus memiliki landasan ilmu pendidikan yang kokoh dan berakar dalam memahami sejarah pendidikan serta makna penting bagi pengembangan pendidikan. Sejarah pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu, setiap kebijakan baru dalam pendidikan harus tetap memperhatikan aspek sejarah dalam pendidikan. Yang positif terus dikembangkan sehingga semakin berkualitas dan bermakna, sedangkan yang negatif wajib untuk ditinggalkan.

Kata Kunci : sejarah, pendidikan, kegunaan

I.         PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran dari seorang pendidik kepada peserta didik dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan kepribadiannya sehingga dapat membangun dirinya dan ikut serta tanggung jawab terhadap pengembangan kemajuan bangsa dan mampu hidup dimasyarakat serta mengembangkan diri sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Pendidikan yang berkualitas sangat dibutuhkan demi terwujudnya manusia yang cerdas dan berkarakter sehingga memudahkan manusia untuk melakukan segala aktivitas yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain. Pendidikan juga menginginkan suatu tingkah laku atau kepribadian yang berkembang secara berkelanjutan sepanjang hidup manusia, dan kepribadian yang bersifat dinamis, terus berubah melalui cara-cara tertentu. Pendidikan juga merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin keberlangsungan pembangunan suatu bangsa.

II.      LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam penulisan ini sebagai latar belakang masalah adalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan sejarah dan pendidikan ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan sejarah pendidikan di Indonesia ?
3.      Apa saja kegunaan pendidikan saat ini ?

III.   PENGERTIAN SEJARAH DAN PENDIDIKAN
3.1  Sejarah
Sejarah adalah kejadian pada masa lampau berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa. Peninggalan peninggalan itu disebut sumber sejarah. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah disebut history, artinya masa lampau umat manusia. Dalam bahasa Arab, sejarah disebut sajaratun (syajaroh), artinya pohon dan keturunan (Nasution,S., 2008, 15). Dalam bahasa Yunani, kata sejarah disebut istoria, yang berarti belajar. Jadi, sejarah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa, kejadian yang terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam bahasa Jerman, kata sejarah disebut  geschichte yang artinya sesuatu yang Setelah terjadi. Kejadiannya pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Adapun menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah adalah rekonstruksi masa lampau atau kejadian yang terjadi pada masa lampau (Djumhur dan Danasaputra, 1979:30).

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka diperoleh gambaran ada tiga aspek dalam sejarah, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Masa lampau dijadikan titik tolak untuk masa yang akan datang sehingga sejarah mengandung pelajaran tentang nilai dan moral. Pada masa kini, sejarah akan dapat dipahami oleh generasi penerus dari masyarakat yang terdahulu sebagai suatu cermin untuk menuju kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau akan memberi kita gambaran tentang kehidupan manusia dan kebudayaannya di masa lampau sehingga dapat merumuskan hubungan sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan tersebut, walaupun belum tentu setiap peristiwa atau kejadian akan tercatat dalam sejarah.
Jika kita membaca silsilah raja-raja akan tampak seperti gambar pohon dari sederhana dan berkembang menjadi besar, maka sejarah dapat diartikan silsilah keturunan raja-raja yang berarti peristiwa pemerintahan keluarga raja pada masa lampau. Di Banten misalnya, dari Sultan Maulana Hasanuddin berkembang ke Sultan Agung Tirtayasa yang kemudian berkembang lagi ke sultan-sultan berikitnya dengan peran dan meninggalkan peristiwa-peristiwa tersendiri dan berdampak pada kehidupan masyarakat Banten saat sekarang.
Catatan sejarah sangat mempengaruhi perspepsi para generasi penerusnya, sikap dan tindakan generasi masa sekarang juga tidak terlepas dari perjalanan sejarah generasi sebelumnya. Untuk itu, penulis sejarah harus orang-orang yang betul-betul memiliki pengetahuan yang luas tentang sejarah dan memiliki integritas moral yang tinggi, agar tidak menyimpang dari peristiwa yang sesungguhnya. Abdurrahman (1999: 11) mengatakan bahwa seorang ahli sejarah harus memiliki kemampuan metode penelitian sejarah, untuk menjaga objektivitas apa yang dihasilkan dari penelitiannya.
Mengkaji sejarah sangat menarik, karena sejarah terus berkesinambungan sehingga merupakan rentang peristiwa yang panjang. Dari peristiwa tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • a.    masa lalu yang dilukiskan berdasarkan urutan waktu (kronologis)
  • b.    ada hubungannya dengan sebab akibat
  • c.    kebenarannya bersifat subjektif sebab masih perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mencari kebenaran yang hakiki
  • d.  peristiwa sejarah menyangkut masa lampau, masakini, dan masa yang akan datang.( http://sejarah10-jt.blogspot.co.id tanggal unduh 30 Maret 2017 pukul 23:04)

Dalam konteks ilmu pendidikan, bahwa teori-teori yang dikemukakan oleh para ilmuan klasik terus dikembangkan pada masa berikutnya dengan memperhatikan perubahan-perubahan sebagai dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Temuan-temuan sejarah tidak selama konstan, bahkan banyak yang bersifat dinamis. Namun demikian, temuan sekarang menjadi kuat karena adanya temuan masa lalu yang melandasinya. Begitu juga perkembangan pendidikan ke depan tidak muncul begitu saja, pasti merupakan hasil kaji ulang dan tindak lanjut yang dikembangkan.
3.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
J.J Rousseau mengatakan pendidikan adalah memberikan kita pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa (Pudjosumedi AS, dkk 2013 : 1).
Menurut Driyakara, Pendidikan ialah memanusiakan manusia muda (Zahara Idris 1987 : 7-8). Sedangkan masih ada beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli diantaranya :
1.      S.A. Branata, dkk mengemukakan bahwa pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik secara langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya.
2.      Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
3.      John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adakah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
Mahmud Yunus (2013:11) mengatakan bahwa pendidikan ialah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk memperoleh dan membantu anak yang berujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi. Agar memperoleh kedupan yang bahagia dan apa yang dilakukannya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agama.
Pendidikan dalam wacana keIslaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’lim, tadib, riyadhah, irsyad dan tadris.[1] Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan Islam, semua Istilah itu digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam.
Di Indonesia dari berbagai istilah arab di atas, yang banyak digunakan adalah kata tarbiyah. Dalam pengertian tarbiyah, terdapat lima kata kunci yang dapat dianalisis Menyampaikan (al-tabligh). Pendidikan dipandang sebagai usaha penyampaian, pemindahan, dan transformasi dari orang yang mengetahui (pendidik) pada orang yang belum tahu (peserta didik) dan dari orang dewasa kepada yang belum dewasa. Tarbiyah juga mengandung arti sesuatu yang disampaikan menuju kesempurnaan namun tetap memperhatikan kesanggupan dan perkembangan peserta didik.  Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk memimbing, mengajar dan melatih serta membantu dan membangun perkembangan anak-anak secara keseluruhan baik intelektual maupun emosionalnya.

3.3 Sejarah Pendidikan
Sejarah pendidikan ialah uraian umum yang sistematis tentang segala sesuatu yang telah dipikirkan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang telah lampau. Sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang. Sejarah pendidikan merupakan bagian daripada sejarah kebudayaan umat manusia karena mendidik itu berarti pula suatu usaha untuk menyerahkan atau mewariskan kebudayaan.
Pengertian sejarah pendidikan ialah uraian yang sistimatis dari pada segala sesuatu yang telah difikirkan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang telah lampau. Sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang. Sejarah pendidikan merupakan sejarah yang mengkaji pendidikan yang meliputi keagamaan dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam wujud historiografinya, sejarah pendidikan sulit di bedakan dengan sejarah intelektual jika yang di kaji mengenai  gagasan pendidikan (Djumhurdan Danasaputra, 1976).

IV.    SEJARAH PENDIDIKAN di INDONESIA
4.1 Pendidikan Pada Masa Kolonial
Sejarah pendidikan yang akan dimulai pada kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai masalah peperangan.
Pada masa ini untuk  melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan agar bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Jadi, pada saat itu anak dari kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.
Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi di dalam maupun di luar Indonesia, seperti kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara modern yang mampu menaklukkan Rusia, dan perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang dicanangkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja, salah satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan rakyat.
Pendidikan dibuat oleh Belanda memiliki ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan tidak begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat.
Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru dan orang tua tidak mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis. Pendidikan dengan ciri-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.
Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.
Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan berbagai masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.
Belanda digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa ide kebangkitan Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat untuk menyediakan tenaga cuma-cuma dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang. Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang memiliki landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat.
Sejarah Belanda sampai Jepang dipahami sebagai alur penjelasan kalau pendidikan digunakan sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibuat dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan dikembangkan untuk membangun negara Indonesia setelah merdeka.
Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan sulit dicapai oleh orang-orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Setelah jaman kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang mampu terus menjadi sumber pemaksaan secara halus untuk pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai alat penguasa untuk mengembangkan program yang dianggap dapat mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.

4.2 Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan
Pendidikan dan pengajaran sampai tahun 1945 di selenggarakan oleh kantor pengajaran yang terkenal dengan nama jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan bagian dari kantor penyelenggara urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Setelah di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru di bentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, sebagai menteri pendidikan dan pengajaran mulai 19 Agustus sampai 14 November 1945, kemudian diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. tidak lama kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 sampai dengan 2 Oktober 1946. karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, pada dasarnya tidak bayak yang dapat diperbuat oleh para menteri tersebut.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Jika ditilik secara mendalam ada perubahan yang sangat mendasar tentang arti menurut kedua undang-undang tersebut. Menurut penulis bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 mengartikan pendidikan lebih bermakna, tajam dan tepat sasaran. Sebab ada kata kunci pendidikan merupakan kegiatan membimbing, pengajaran, dan/atau melatih. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengambang tak tentu arah mengartikan tentang pendidikan.

1.      Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan
Perjalanan suatu bangsa khususnya dalam bidang pendidikan merupakan suatu perjalanan sejarah yang panjang, baik masa kolonial sampai kemerdekaan. Sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan yang sekarang 2013. Kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Pada tanggal 1 Maret 1946 Mr. Suwardi dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan bahwa tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini dapat di pahami, karena pada saat itu bangsa Indonesia baru saja lepas dari penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara yang baru diproklamasikan.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang cukup dan warga negara yang demokaratis secara bertanggung jawab tentang kesejahtraan masyarakat dan tanah air.
Menyusul meletusnya G-30 S/PKI, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan kebudayaan di adakan perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945”.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

2.      Sistem Persekolahan
Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya melanjutkan apa yang dikembangkan pada zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung tiga tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (SMP) sebagai sekolah menengah pertama umum; kemudian sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru B (SGB) dan sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama keguruan. Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) sebagai sekolah menengah umum, dan sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah guru kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) dan kursus guru.

V.       KEGUNAAN PENDIDIKAN
Adapun manfaat atau kegunaan dalam mempelajari sejarah pendidikan meliputi dua hal yaitu bersifat umum dan akademis. Secara umum kegunaan mempelajari sejarah pendidikan, mengetahui bahwa jauh sebelum pendidikan yang ada sekarang ini telah ada usaha-usaha pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah. Munculnya pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan secara akademik para ahli mengembangkan pendidikan dimulai dari kajian apa yang sedang berjalan dan telah berjalan. Hasilnya di evaluasi untuk mengembangkan arah pendidikan yang lebih baik. Dari kajian yang lalu dan sedang berjalan maka akan ditemukan konsep untuk pendidikan ke depan yang tantangannya berbeda dengan kondisi sekarang.
Dalam konteks pendidikan Islam, sejarah pendidikan memiliki kegunaan tersendiri diantaranya sebagai faktor keteladanan, cermin, pembanding, dan perbaikan diri. Dalam Al Qur’an sebagai sumber ajaran Islam banyak mengandung nilai-nilai kesejarahan sebagai suatu keteladanan. Umat Islam dapat meneladani proses pendidikan Islam semenjak zaman kerasulan Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, ulama-ulama besar dan para penggerak pendidikan Islam. Allah Swt berfirman,“… Adakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan?..." (QS. Az Zumar: 9).
Sebagai cerminan sejarah, kita perlu bercermin atau mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian masa lampau sehingga sejarah yang dihasilkan dapat diambil manfaatnya khususnya bagi perkembangan pendidikan Islam. Sebagai pembanding, suatu peristiwa yang berlangsung dari masa ke masa, dari waktu ke waktu tentu memiliki persamaan. Oleh karenanya, hasil yang diperoleh dari proses pembanding antara masa lampau, sekarang, dan yang akan datang diharapkan mampu memberi andil bagi perkembangan pendidikan Islam karena pada hakikatnya sejarah itu menjadi cerminan pembanding bagi masa yang baru. Sebagai perbaikan, yaitu setelah menafsirkan pengalaman masa lampau dalam berbagai kegiatan kita berusaha memperbaiki keadaan yang sebelumnya kurang konstruktif hingga menjadi lebih konstruktif. Adapun manfaat sejarah pendidikan Islam yang bersifat akademis yaitu mengetahui dan memahami tumbuh kembangnya pendidikan Islam, sejak zaman lahirnya Islam sampai masa sekarang; Mengambil manfaat dari berbagai proses pendidikan Islam, dapat memecahkan masalah pendidikan Islam yang terjadi pada masa kini; serta Memiliki sikap positif terhadap segala perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan Islam.
Dari uraian di atas, secara umum sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia. Karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumhan serta perkembangan kehidupan umat manusia. Al Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam mengandung cukup banyak nilai-nilai kesejarahan, yang langsung atau tidak langsung mengandung makna yang besar, pelajaran yang sangat tinggi dan pimpinan utama, khususnya bagi umat Islam maka tarikh dan ilmu tarikh (sejarah) dalam Islam menduduki arti penting dan mempunyai kegunaan dalam kajian tentang Islam secara komprehensif.

VI.             KESIMPULAN
Sejarah pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu, setiap kebijakan baru dalam pendidikan harus tetap memperhatikana aspek sejarah dalam pendidikan. Yang positif terus dikembangkan sehingga semakin berkualitas dan bermakna, sedangkan yang negatif wajib untuk ditinggalkan.
Kolonialisme telah ikut secara nyata mempengaruhi perkembangan pendidikan baik pada masa penjajahan maupun setelah kemerdekaan. Melalui penelusuran sejarah pendidikan, akhirnya harus diakui bahwa ada perbedaan percepatan pembangunan pendidikan di masing-masing wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.   


DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S. 2008, Sejarah Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara
Djumhur dan Danasaputra, 1979. Sejarah Pendidikan, Bandung: CV. Ilmu
Dudung Abdurrahman, 1999. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos
Abdul Majid dan Yusuf Muzakir, 2013. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Fajar Interpratama Mandiri
Dede Rosyada, 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Fadjar Interparata.





[1] Sekalipun kata irsyad (bimbingan) dan tadris (belajar) dapat digunakan sebagai peristilahan dalam pendidikan Islam, tetapi dalam khasanah literatur pendidikan Islam tidak ditemukan penggunaan istilah itu, sehingga pada makalah ini keduanya tidak diuraikan secara kahusus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox