Nalar Visioner

Mengasah Nalar Intelektual

Jurnal Visioner didedikasikan pada dunia pendidikan yang memuat Jurnal Ilmiah, Opini, Dll

Iklan Komersial

3/04/2020

Berfikir dan Ilmu

MENJELASKAN AYAT-AYAT SUCI AL-QUR’AN
TENTANG BERFIKIR DAN ILMU

Muhammad Aziz, SH, CHt., dkk*

PENDAHULUAN


Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah  SWT  sebagai Rasul pada masyarakat yang terbelakang, dimana paganisme tumbuh menjadi identitas masyarakat Arab pada saat itu. Islam datang dengan membawa cahaya yang menjadi penerang dalam kegelapan, yang mengubah masyarakat jahilyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab. Salah satu pencerahan datang Islam bagi masyarakat itu bahwa Islam sangat peduli dengan persoalan-persoalan mengenai alam semesta. Bahwasanya Allah SWT mengingatkan hamba-Nya atas kebesaran-Nya yang mengendalikan malam dan siang saling bergantian, matahari dan bulan yang saling berputar, atas bintang-bintang baik yang bergerak maupun yang tetap di sudut-sudut langit yang bersinar dan bercahaya sebagai petunjuk dalam kegelapan. Semua itu telah berjalan yang telah ditentukan oleh Allah SWT tidak lebih dan tidak kurang. Yang demikian itu merupakan suatu tanda bagi orang-orang yang berfikir (QS. An-Nahl:12).
 Karya-karya ulama Islam sangat mengagumkan dan mempunyai andil besar dalam penelitian, pengamatan, percobaan, dan perhitungan. Salah satu contoh orang pertama yang menggambarkan anatomi mata dengan sangat terperinci adalah ahli optic muslim yaitu Ibnu Al Haitsam. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa warisan ilmu pengetahuan Islam menjadi sumber pencerahan Eropa.[1]
Hakekatnya ilmu pengetahuan untuk mencari kebenaran secara ilmiah dengan berfikir. Akan tetapi dalam Al-Qur’an ilmu pengetahuan bukan semata-mata untuk mencari kebenaran ilmiah, melainkan untuk mencari tanda-tanda (isyarah), hikmah dalam ilmu pengetahuan tersebut. Tidak terelakkan disatu sisi ilmu pengetahuan bebas nilai (value free), sedangkan ilmu pengetahuan dalam Islam ada nilai ibadah dalam setiap kegiatan manusia.


MASALAH

Dalam penulisan ini ada beberapa pokok masalah yang kami bahas diantanya:
  • 1.      Bagaimana hakekat berfikir menurut Al-Qur’an?
  • 2.      Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang ilmu?



PEMBAHASAN


A.  Berfikir
Perbedaan manusia dengan makhluk lainya adalah manusia diberi akal oleh Allah SWT untuk berpikir. Sehingga manusia dapat memecahkan masalah dengan melingkar untuk mewujudkan tujuan dalam berpikir. Islam memerintahkan supaya umatnya untuk berpikir atas ciptaan Allah SWT. Jika otak tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, maka keistimewaan manusia dengan sendirinya akan lenyap dan tidak berarti sama sekali. Tidak ada kemajuan untuk umat manusia dalam kehidupan.
Menurut Jerome dalam bukunya Filsafat Ilmu beliau mengatakan “Jaminan pengetahuan ilmiah bukan terletak pada mutu metodeloginya melainkan terletak pada berkat Allah, itulah yang memastikan keterpercayaannnya (realibility). Yang artinya manusia tidak dapat langsung memasuki alam satu-satunya jalan menuju pengetahuan ialah melalui pikiran ilahi.”[2]
Dari pendapat di atas persoalan filsafat dinyatakan kembali sebagai persoalan teologis, pengetahuan segala sesuatu bersumber dari Allah dan pengetahuan-pengetahuan manusia memiliki keterbatasan.
Menurut Beerling yang dikutip Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai James mengatakan “Dunia dibentuk oleh kekuatan yaitu agama dan filsafat.”[3]
Hal ini berkaitan dengan pendapatnya Said Hawwa dalam bukunya Makrifatullah beliau mengatakan “Ilmu pengetahuan dan pemikiran merupakan unsur penting untuk membentuk sebuah pribadi yang benar-benar muslim. Islam mewajibkan ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetahuan bisa diketahui bahwa Islam adalah agama yang benar. Dan Islam mewajibkan seorang muslim untuk berpikir dan belajar. Orang yang tidak bisa menyaksikan Allah dengan akalnya setelah mengetahui ayat-ayat(tanda-tanda kekuasaan-Nya dianggap tidak ada.)”[4]
Menurut Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin mengatakan bahwa anjuran untuk berpikir, merenung, memeriksa, dan mengambil pelajaran dapat diketahui dari ayat-ayat dan kabar-kabar, karena ia adalah kunci penmbuka cahaya-cahaya dan awal datangnya pertolongan serta penjaring  ilmu.[5]
Berpikirlah agar paham, menurut Ali Bin Abi Thalib, “Berpikir yang engkau lakukan akan memberikan pemahaman kepadamu dan memberi pelajaran terhadapmu. Dan barang siapa berpikir sebelum berbuat, akan selalu benar.” Berpikir sebagai pangkal segala kebaikan sebagaimana Ibnu Qayyim mengatakan bahwa, “Berpikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan, jadi berpikir merupakan asas dan kunci semua kebaikan.[6]
Islam datang untuk membebaskan akal dari belenggu yang mengikat cara berfikir, tinggalkan sisa-sisa kebekuan otak sebagaimana kami paparkan beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berfikir atas ciptaan Allah SWT. Hanya satu yang dilarang dalam Islam untuk dipikirkan secara mendalam, yaitu Dzat Allah Ta’ala, sebab Dzat Allah pasti tidak akan dapat dijangkau oleh otak dan pikiran manusia manapun.
1.      QS. AN-Nahl (16):12
وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَۖ وَٱلنُّجُومُ مُسَخَّرَٰتُۢ بِأَمۡرِهِۦٓۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ١٢
Artinya: “Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang dikendalikan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti.”
Bahwasanya Allah SWT mengingatkan hamba-Nya atas kebesaran-Nya yang mengendalikan malam dan siang saling bergantian, matahari dan bulan yang saling berputar, atas bintang-bintang baik yang bergerak maupun yang tetap di sudut-sudut langit yang bersinar dan bercahaya sebagai petunjuk dalam kegelapan. Semua itu telah berjalan yang telah ditentukan oleh Allah SWT tidak lebih dan tidak kurang. Yang demikian itu merupakan suatu tanda bagi orang-orang yang berfikir.
2.      QS. Al-Anfal (8):22
۞إِنَّ شَرَّ ٱلدَّوَآبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلصُّمُّ ٱلۡبُكۡمُ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡقِلُونَ ٢٢
Artinya: “Sesungguhnya seburuk-buruk binatang menurut Allah ialah yang tuli dan yang bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran, yakni orang yang tidak berakal (memahami kebenaran).”
Dalam Tafsir Ruhul Bayan, Ismail Haqqi Al-Buruswi menafsirkan alladzina la ya’qiluuna ( ٱلَّذِينَ لَا يَعۡقِلُونَ  ) bahwa Allah menganggap orang-orang yang mempunyai karakteristik demikian seperti binatang yang paling buruk, sebab mereka telah menghancurkan pembeda dari bintang. Allah mensifati mereka sebagai orang tidak berakal, karena orang yang bisu dan tuli apabila akalnya masih maras, mereka akan dapat memahami meski terbatas dengan jalan isyarat, namum apabila orang itu bisu, tuli, dan tidak berakal, maka berada pada puncak kekurangan dan keadaan yang sangat buruk.[7]
3.      QS. Al-Jatiyah (45):13
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا مِّنۡهُۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ١٣
Artinya: “Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.”
Sungguh Allah SWT telah menggariskan bagi hamba-Nya untuk selalu bersyukur atas rahmatnya hanya kepada manusialah bumi dan langit seisinya untuk dikelola dan dimanfaatkan demi kemakmuran manusia itu sendiri. Demikian tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT bagi orang-orang berfikir.
B. Ilmu
Kata ilmu dalam berbagai bentuk disebutkan berulang sebanyak 854 kali dalam Al Qur’an. Ilmu berasal dari ‘ilm, kata jadian dari ‘alima, ya’lamu menjadi ‘ilmun, makluumun, ‘aalimun. Dalam bahasa arab ‘alima sebagai kata kerja yang berarti tahu atau mengetahui. Sedangkan k ata ‘Ulama merupakan jama’ dari kata ‘aalimun yang berarti orang yang mempunyai ilmu.[8] Sedangkan dalam bahasa Inggris ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam pokok bahasan ada cabang-cabang ilmu khusus, diantarnya ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu balaqoh, ilmu mantiq, ilmu tafsir dan lain sebagainya.
Menurut J.S. Badudu yang dikutip A. Susanto (2016) bahwa ilmu ada dua pengertinnya: Pertama ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis. Contohnya ilmu agama, ilmu bahasa. Kedua ilmu diartikan sebagai kepandaian atau kesaktian. [9] Contohnya “sudah lama menuntut ilmu di padepokan Ronggo Lawe.”
Ilmu Allah begitu luas meliputi langit dan bumi, maka Allah memerintah-kan manusia untuk selalu mencari ilmu pengetahuan untuk menambah rasa keimanan mereka. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menggunakan kata ilmu untuk ilmu pengetahuan, walau pada dasarnya kedua kata tersebut memiliki makna yang  berbeda secara prisipil. Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematik, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi. Sedangkan pengetahuan adalah sesuatu yang menjelaskan tentang sesuatu hal yang diperoleh secara biasa melalui pengalaman (empiris), kesadaran (intuisi), informasi dan sebagainya. Jadi pengetahuan mempunyai cakupan yang lebih luas. Ilmu membentuk daya intelegensi yang melahirkan keterampilan (skill). Sedangkan pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan yang melahirkan tingkah laku kehidupan manusia. Mohammad Hatta menyebut ilmu dan pengetahuan dengan menggunakan sebutan pengetahuan, karean bagi Hatta (1954:5) antara ilmu dan pengetahuan adalah sama-sama sebagai pengetahuan. Menurutnya, “pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat daripada pengalaman. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang didapat dari jalan keterangan”. [10]  
Secara umum semua ilmu adalah mulia namun ilmu yang dinilai sangat mulia oleh syariat adalah ilmu Nafi’, yaitu ilmu yang bisa mendekatkan diri manusia pada Allah SWT, menyadarkannya akan segala kekurangannya dan menambah kema’rifatannya pada Allah SWT. Menurut Imam Khalil dari segi keilmuan manusia terbagi dalam empat tingkat:

  • 1.  Alim, yaitu orang yang mengerti agama dan ia sadar bahwa ia mengerti. Sehingga ia mengamalkan dan menyebarkannya.
  • 2.  Naim (terlelap), yaitu orang yang telah mengerti agama tapi tidak merasa bahwa ia telah mengerti, sehingga belum mau berjuang dengan ilmunya.
  • 3.    Mustarsyid (pencari petunjuk), yaitu orang yang belum mengerti agama dan ia menyadarinya sehingga terus belajar dan menimba ilmu.
  • 4.    Jahil (bodoh), yaitu orang yang belum mengerti namun ia tidak sadar bahwa ia belum mengerti. Ada yang menyebut dalam golongan ini disebut Jahil Murokkab.[11]
Terlepas dari pengertian ilmu dan pengetahuan tersebut kita sebagai manusia diperintahkan untuk terus mencari dan menggali ilmu pengetahuan agar dapat memaknai tujuan penciptaan kita sebagai makhluk Allah. Allah SWT mencintai orang-orang yang mencari ilmu bahkan Allah meninggikan mereka dari yang lainnya. Selain itu ada beberapa ayat Al Qur’an yang menyuruh manusia untuk mencari ilmu melalui proses berfikir yang dengan ilmu tersebut dapat menambah keimanan mereka kepada Allah SWT.
Islam sangat menghargai ilmu dan diperintahkan untuk sekuat tenaga menuntut ilmu sepanjang hayat. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimat.”  Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Mujadalah:11, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
1.      QS. Mujadalah (58):11
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Imam Ibnu Jarir mengatakan bahwa Qatadah telah menceritakan bahwa kaum muslimin apabila melihat seseorang datang kepada mereka (pada saat itu sedang berada di hadapan Nabi Shalallahu’alaiwasaalam) dengan menghadapkan diri, mereka merapat tempat duduknya di hadapan Rasulullah Shalallahu’alai-wasaalam. Sedangkan Imam Ibu Hatim mengemukakan bawah surat Al-Mujadalah:11 diturunkan pada hari jum’at, pada saat itu datang golongan orang-orang yang pernah ikut Perang Badar, akan tetapi tempat duduk yang ada sangat terbatas dan sempit, dan mereka yang hadir tidak mau melapangkan tempat duduknya buat orang-orang yang baru datang. Akhirnya orang-orang yang baru datang itu berdiri. Lalu Rasulullah menyuruh berdiri beberapa orang yang jumlah sama dengan mereka, kemudian Rasulullah mempersilakan ahli Badar yang baru datang untuk menempati tempat duduk mereka yang suruh berdiri. Maka orang-orang yang disuruh berdiri merasa tidak senang,sehingga turunlah ayat tersebut.[12]
2.      QS. Faatir (35):28
وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ مُخۡتَلِفٌ أَلۡوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَۗ إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ٢٨
Artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Ulama dalam Tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut berbicara tentang fenomena alam dan sosial. Ilmuwan sosial dan alam dituntut agar mewarnai ilmu mereka dengan ilmu spiritual dan dalam penerapannya agar selalu mengindahkan nilai-nilai tersebut. Dengan mendekatkan diri kepada-Nya serta merindukan pertemuan dengan-Nya.[13] Sedangkan Ulama menurut Tafsir Departemen Agama RI adalah orang-orang yang mengetahui ilmu kebesaran dan kekuasaan Alloh SWT.[14]
3.      QS. Thaaha (20):114
فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّۗ وَلَا تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُهُۥۖ وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗا ١١٤
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa membaca Al-Qur´an sebelum diselesai diwahyukan kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan"
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Nabi Muhammad SAW dilarang oleh Allah menirukan bacaan malaikat Jibril, kalimat demi kalimat sebelum malaikat Jibril selesai membacakannya, agar Nabi Muhammad SAW menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkannya.[15]
Sedang menurut Sayyid Quthb dalam bukunya Tafsir Fi Jilalil Qur’an mengatakan dalam ayat ini mengatakan “Maka maha tinggi Allah tidak tergesa-gesa mengucapkan Al-Qur’an, Al-Qur’an diturunkan untuk hikmah tertentu tidak mungkin Allah menyia-nyiakannya. Yang seharusnya dilakukan adalah berdo’a kepada tuhanmu agar dia menambahkan ilmu kepadamu dan engkau tenang dengan apa yang diberikan Allah kepadamu. Kamu jangan khawatir Al-Qur’an itu pergi, ilmu itu tiada lain adalah yang diajarkan Allah kepadanya, yang bermanfaat pasti akan tetap dan tidak akan hilang. Dia akan berbuah dan tidak akan gosong.”[16]
Berbahagialah bagi orang-orang yang diberi kesempatan untuk mencari dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan akan menembus kegelapan, menyinari jiwa setiap manusia dengan sifat ingin mengetahui hal-hal baru. Orang yang berilmu pengetahuan dan tidak berilmu pengetahuan berbeda dihadapan Allah SWT apalagi dihadapan manusia yang sama-sama hamba Allah. Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk terus berdo’a, “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”


KESIMPULAN

Bahwa Islam tidak membelenggu umatnya untuk berfikir, bahkan Allah SWT menyuruh untuk memikirkan kekayaan dan keindahan alam semesta ciptaan Ilahi Rabbi. Yang perlu diingat Islam melarang memikirkan Dzat Allah secara mendalam, berfikirlah akan ciptaan Allah.
Dengan berfikir akan kenal lebih mendalam atas kebesaran ciptaan Allah, kesempurnaan Ilmu dan Kodrat-Nya, kasih sayang dan kekuasaan-Nya agar menjadi manusia mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah:11)

Daftar Pustaka
  
Hamdani Ihsan & A. Fuad Ihsan.2007 Filsafat Pendidikan Islam.Pustaka Setia.Bandung Cet.III
Said Hawwa. 2008.Makrifatullah, Izinkan Aku Mengenal-Mu Ya Allah!.Aura Pustaka.Jakarta.
Sayyid Quthb.2004.Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di Bawah Naungan Al Qur’an;Jilid 9.Gema Insani.Jakarta.
Muchlis M. Hanafi, dkk.2013. Ensiklopedia Pengetahuan Al Qur’an dan hadits Jilid 4. Kamil Pustaka.Yogyakarta



[1] Jurnal Humaniora Vo. 2 No. 2 Oktober 2011, hlm 1340
[2] Jerome R. Raverz, Filsafat Ilmu Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2009, hlm. 99
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai James.Rosda Karya, Bandung: 1997. hlm. 17
[4] Said Hawwa, Makrifatullah, Aula Pustaka, Jakarta, 2008. hlm. 15
[5] Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Pustaka Amani, Jakarta, 1995, hlm. 322
[6] Muchlis M. Hanafi, dkk. Ensiklopedia Pengetahuan Al Qur’an dan hadits,Jilid 4. Kamil Pustaka.2013.Yogyakarta, hlm. 142
[7] Ismail Haqqi Al-Buruswi, Tafsir Ruhul Bayan, Juz IX, CV. Diponegoro,1997, hlm 522
[8]Muchlis M. Hanafi, dkk. Ensiklopedia Pengetahuan Al Qur’an dan hadits,Jilid 4. Kamil Pustaka.2013.Yogyakarta, hlm. 129.
[9] A. Susanto,Filsafat Ilmu,Bumi Aksara,2016, hlm. 44.
[10] A. Susanto, Filsafat Ilmu,Bumi Aksara,2016, Cet.6, hlm 122-123
[11] Shobun Niam Bin Maulana Al Tarobani, Zadul Muta’allim Pengantar Memahami Nadzhom Ta’limul Muta’alim,2014, hlm. 9-10.
[12] Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, “Tafsir Jalalain, Berikut Asbabun Nuzul Ayat,” Jilid 2, Sinar Baru Algensindo, 2008, hlm 1049-1050.
[13] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Volume 11, 2002, hlm 62
[14] Terjemah Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia
[15] Al-Qur’anul Kariim, Terjemah Tafsir Perkata, Syaamil Al-Qur’an, 2010
[16] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Jilalil Qur’an jilid 8,Gema Insani. Depok h. 31

*)Mahasiswa Program Studi  Magister Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PROF. DR HAMKA JAKARTA
Adbox