Nalar Visioner

Mengasah Nalar Intelektual

Jurnal Visioner didedikasikan pada dunia pendidikan yang memuat Jurnal Ilmiah, Opini, Dll

Iklan Komersial

3/31/2019

Kualitas Asesor


PENINGKATAN KUALITAS PELAKSANAAN
AKREDITASI PAUD DAN PNF
Oleh: Muhammad Aziz, SH, C.Ht



A. Pendahuluan
Peningkatan kualitas pelaksanakan akreditasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh BAN PAUD dan PNF setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau kriteria standar nasional pendidikan anak usia dini dan pendidikan non formal.
Pengelola pendidikan setiap dengar akreditasi dibenaknya teringat semak belukar tentang ruwetnya administrasi, menyediakan sarana prasarana agar tercapai target akreditasi grade A, segala daya upaya dilakukan. Sampai-sampai tugas pokok guru sementara terlupakan untuk kejar tayang hari H asesor datang untuk visitasi dan penilaian proses akreditasi. Pada dasarnya akreditasi yang dilakukan BAN PAUD dan PNF sebagai bentuk pertanggungjawaban secara obyektif, adil, transparan dan komprehensif oleh satuan pendidikan kepada publik, itu yang harus dipegang oleh pihak lembaga penyelenggara pendidikan PAUD dan PNF, seharusnya tidak harus buat-buat dan ada-adakan dalam ‘sekecap malam’ sehingga timbul rasa berat dan memberatkan.
Penyelenggara pendidikan sejak awal seharusnya berkomitmen untuk terus meningkatkan kuatitas pelayanan pendidikan baik sumber daya guru maupun sarana prasarananya tanpa menunggu untuk ‘dipaksa’ BAN PAUD dan PNF dalam program akreditasi. Jika lembaga penyelenggara sudah komintmen untuk terus meningkatkan kualitas dengan ringan dan penuh bahagia tanpa didorong-dorong untuk akreditasi sudah otomatis lembaga bermutu, tinggal Badan Akreditasi PAUD dan PNF penilaian kelayakan program dan satuan PAUD dan PNF berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan untuk memberikan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan standar pendidikan.  
B. Dasar Hukum
Dasar hukum lembaga pendidikan untuk diakreditasi oleh BAN PAUD dan PNF adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas PP No.19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 52 Tahun 2015 tentang BAN PAUD dan PNF.

C. Problematika & Solusi
Tak dipungkiri pelaksanaan akreditasi saat ini masih sangat minim dari layak karena masih belum memenuhi kriteria-kriteria yang tertera dalam prosedur akreditasi dan masih terfokus pada pemenuhan kuota bukan pada kualitas akredtiasi sesuai dengan kisi-kisi akreditasi yang dituangkan dalam instrumen penilaian akreditasi, itupun pelaksanaannya masih mengalami banyak hambatan dengan banyaknya ketidaksesuaian data yang diperoleh dengan kenyataan di lapangan yaitu saat monitoring dan evaluasi. Sering adanya perjanjian antara pihak assessor dengan pihak yang di akreditasi, sehingga tidak adanya akuntabilitas publik.
Niat mulia pemerintah dalam mengemban amanah untuk mencerdaskan anak bangsa yang tertuang dalam standar pendidikan nasional diaplikasikan dalam akreditasi pendidikan yang mencakup 8 tandar Nasional Pendidikan; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan belum menyentuh substansi filosofi sejati pendidikan. Masih berkutat dalam penilaian dan evaluasi ‘kulit’ dari institusi pendidikan, belum menyentuh substansi ‘daging’ pendidikan itu sendiri. Yaitu sekolah sebagai institusi pendidikan yang MEMBAHAGIAKAN bukan sekedar MENYENANGKAN belaka. Seharusnya BAN PAUD dan PNF dalam menilai dan mengevalusi akreditasi lembaga pendidikan dalam hal ini PAUD dan PNF lebih menitikberatkan proses perjuangan pengelola lembaga untuk terus eksis menginspirasi dan mencerdaskan anak bangsa, bukan serta merta hasil dari ‘kulit’ pendidikan belaka yang diakreditasi.
Sinergitas yang dilakukan oleh Ditjen PAUD dan Dikmas dengan lembaga-lembaga di bawahnya belum optimal betul. Sering terjadi perbedaan kebijakan dan perlakuan antar satu kabupaten/kota walaupun dalam satu propinsi. Misalkan tentang perijinan taman baca masyarakat antara Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan berbeda dalam mengeluarkan kebijakan perijinan. Ini yang membuat bertanya ada apa sebenarnya? sama-sama bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa, sama-sama dasar hukumnya tapi beda perlakuannya. Jadi hal semacam ini perlu disinkronkan dan perlu dibuat pedoman perijinan yang transparan dan berkeadilan. Sehingga dalam monitoring dan evaluasi lebih tertata dan tersandarisasi menuju akreditasi tanpa ada paksaan atau keberatan karena sudah melalui proses menata diri agar lebih berkualitas dan akuntabel.
Ijin Operasional oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sesuai dengan Permendiknas No.63 Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan dimana Ijin Operasional diberikan pada program dan satuan PAUD dan PNF yang sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan referensi Instrumen Akreditasi BAN PAUD dan PNF belum berlaku. Saat penulis mengajukan perijinan satuan pendidikan TK setelah berlaku 3 tahun dan wajib mengajukan perpanjangan ijin operasional kembali. Menurut penulis ini tidak efektif dan membuang energi saja, seharusnya ijin operasional diberlakukan tanpa masa berlaku dan diharuskan masa proses pembenahan lembaga untuk mempersiapkan dan mengajukan akreditasi selambat-lambatnya 5 tahun setelah ijin operasional dikeluarkan. Ini untuk menghindari tumpang tindik administrasi perijinan; ijin operasional ya, akreditasi juga ya. Ruwet dan tidak efektif. Hal semacam ini perlu disosialisasi melalui lokakarya, bimbingan teknis, dan pendampingan penjaminan mutu oleh Ditjen PAUD dan Dikmas maupun BAN PAUD dan PNF pusat maupun propinsi.
Bicara kualitas pelaksanaan akreditasi wajib mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat pendidikan agar lebih akuntabel. Tidak hanya melibatkan perguruan tinggi, organisasi mitra, dan forum asesor saja. BAN PAUD dan PNF harus melibatkan organisasi mitra maupun perorangan yang kompeten dan berintegritas tinggi. Sebab ada dimasyarakat yang tidak diajak oleh organisasi mitra, tapi orang tersebut mempunyai kapasitas, kapabelitas, dan integritas tinggi demi memajukan pendidikan nasional, misalkan pendiri yayasan pendidikan, kiai, ulama, pegiat pendidikan. Ini harus diajak musyawarah bersama karena beliau-beliau inilah tahu persis kondisi pendidikan di bawah atau sebagai praktisi pendidikan.

D. Penutup
Peningkatan kualitas pelaksanaan akredtiasi tidak serta merta hanya peran sepihak saja. Baik satu lembaga pendidikan, BAN dan PNF, serta masyarakan pendidikan harus terlibat demi kemajuan pendididkan yang membahagiakan. Sekolah bermutu itu suatu perjuangan yang panjang, proses panjang tidak bisa instant dalam satu bulan bermutu dan layak akreditasi. Perlu sosialiasi, bimbingan, dan monitoring secara terpadu, baik penilik/pengawas PAUD dan PNF, badan BAN PAUD dan PNF serta Dinas Pendidikan kabupaten/kota yang membawahi bidang PAUD dan PNF harus proaktif membina lembaga-lembaga pendidikan dibawah pengawasaannya. Sehingga nantinya setelah tiba waktunya akreditasi tidak gagap dan karetan bekerja semalam sehingga hasil tidak berkualitas. Sosialiasi harus punya target dan progres yang jelas dan transparan tidak sekedar gugur kewajiban menjalankan tugas negara.


*Master Trainer & Pendiri Yayasan PENACERDAS, pendiri Rumah Cerdas, pendiri TK Islam Terpadu Al Jawwad, pendiri Madrasah Al Jawwad, pendiri PREP (Pusat Riset dan Evaluasi Pendidikan), pendiri MAZ Center. www.kangaziz.id

Adbox